Obesitas kini menjadi
masalah kesehatan publik yang lebih besar dibandingkan kelaparan. Lebih dari
2,1 miliar penduduk dunia atau hampir 30 persen dari populasi global mengalami
kelebihan berat badan atau obesitas. Menurut Global Burden of Disease Study yang
dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Inggris, The Lancet, jumlah
itu hampir dua setengah kali jumlah orang dewasa dan anak-anak yang kekurangan
gizi.
Obesitas menyumbang angka 5 persen penyebab kematian di
seluruh dunia karena obesitas meningkatkan risiko penyakit diabetes, jantung,
stroke, dan kanker. Pada 2010, kelebihan berat badan dan obesitas telah
menyebabkan 3,4 juta orang meninggal.
Krisis ini
tidak hanya merupakan tekanan besar bagi dunia kesehatan, tetapi juga merupakan
ancaman bagi ekonomi global. Menurut penelitian terbaru McKinsey Global
Institute (MGI), dampak obesitas terhadap ekonomi secara keseluruhan mencapai 2
triliun dollar AS per tahun atau sekitar 2,8 persen dari produk domestik bruto
dunia. Ini setara dengan kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh kebiasaan
merokok atau kekerasan bersenjata, perang, dan terorisme (How
the world could better fight obesity , McKinsey & Company, November
2014).
Problem
ini akan makin memburuk terutama jika kecenderungan ini terus berlanjut. Hampir
setengah dari populasi orang dewasa di dunia akan mengalami kelebihan berat
badan atau obesitas pada 2030. Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia
(World Health Organization/WHO) Margaret Chan menyatakan, ”Tak satu pun negara
yang berhasil mengatasi epidemi obesitas di semua kelompok umur.”
Studi The
Lancet menunjukkan, di
seluruh dunia proporsi indeks massa tubuh (body
mass index /BMI) orang dewasa meningkat pada periode 1980-2013 dari 28,8
persen menjadi 36,9 persen untuk laki-laki dan dari 29,8 persen menjadi 38
persen untuk perempuan. Padahal, indeks massa tubuh normal antara 18,5 persen
dan 25 persen.
Di
Indonesia, lebih dari 40 juta orang dewasa mengalami obesitas. Modernisasi
telah membuat asupan kalori penduduk Indonesia tidak seimbang, demikian kata
Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Ekowati
Rahajeng (Kompas ,
2 Juni 2014).
Tingkat
obesitas penduduk Indonesia, menurut BBC, berada di urutan ke-10 dunia, setelah
Amerika Serikat, Tiongkok, India, Rusia, Brasil, Meksiko, Mesir, Jerman, dan
Pakistan.
Menurut Organisasi untuk Kerja Sama dan Pengembangan
Ekonomi (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD), epidemi
global ini tidak terbatas pada negara maju. Di negara berkembang yang sebagian
penduduknya baru keluar dari kemiskinan, kegemukan menjadi masalah baru. Lebih
dari 60 persen penderita obesitas di dunia hidup di negara berkembang.
Industrialisasi dan urbanisasi yang pesat meningkatkan pendapatan dan asupan
kalori penduduk. Di India dan Tiongkok, misalnya, prevalensi obesitas di
kota-kota 3-4 kali lebih tinggi dibandingkan di desa-desa.
Sampai
tahun 1980, satu dari 10 orang mengalami obesitas di negara-negara yang
tergabung dalam OECD. Tiga dekade kemudian, angka ini naik dua-tiga kali lipat.
Penelitian terbaru OECD menyebutkan, pada 2014, satu
dari lima anak mengalami kelebihan berat badan atau obesitas di negara-negara
di wilayah OECD. Epidemi obesitas menyebar dalam lima tahun terakhir, meningkat
2 persen-3 persen di Australia, Kanada, Perancis, Meksiko, Spanyol, dan Swiss.
Namun, angka obesitas mulai relatif stabil di Inggris, Italia, Korea Selatan,
dan Amerika Serikat.
Makin
banyak negara yang mengadopsi kebijakan untuk mencegah obesitas agar tidak
meluas, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, mulai dari pebisnis
sampai masyarakat sipil untuk mengembangkan kebijakan kesehatan masyarakat.
Salah
satunya Meksiko. Pada 2013, Meksiko meluncurkan strategi komprehensif mengatasi
masalah ini dengan meningkatkan kesadaran rakyat akan hidup sehat, memberikan
perawatan kesehatan, serta mengeluarkan peraturan dan kebijakan fiskal. Pada
Januari 2014, Meksiko memberlakukan pajak 8 persen untuk makanan yang mengandung
energi melebihi 275 kcal per 100 gram dan 1 peso (0,06 euro) untuk satu liter
minuman bergula. Pendapatan dari hasil ini untuk mendukung program kesehatan
masyarakat. Denmark, Filandia, Hongaria, dan Perancis sudah menerapkan pajak
lebih tinggi untuk makanan dan minuman yang berpotensi menyebabkan kegemukan.
Inggris
juga sudah berupaya melakukan berbagai langkah strategis untuk mengurangi
jumlah penduduk yang kegemukan di negeri itu, mulai dari pengendalian porsi,
reformulasi produk-produk makanan, ketersediaan makanan berkalori tinggi,
pengelolaan berat badan, pendidikan dari orangtua dan lewat kurikulum sekolah,
penyediaan makanan sehat, pelabelan makanan, promosi harga, pengenaan pajak 10
persen untuk produk yang mengandung kadar gula tinggi atau produk-produk high-fat ,
penyediaan tempat-tempat kebugaran, serta kampanye kesehatan publik.
Sebuah
makalah baru dari MGI berjudul ”Mengatasi Obesitas: Sebuah Analisis Ekonomi
Awal” berusaha membedah persoalan ini. MGI memfokuskan diri pada pemahaman yang
dibutuhkan untuk mengatasi obesitas melalui penyesuaian kebiasaan makan atau
aktivitas fisik.
Di
Indonesia, sudah mulai banyak perusahaan yang menyadari pentingnya edukasi
hidup sehat bagi karyawannya. ”Lebih baik mengeluarkan biaya untuk acara
edukatif tentang kebugaran dan kesehatan bagi karyawan daripada harus
mengeluarkan biaya rutin pembelian obat kolesterol dan sejenisnya,” kata CEO
Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo. Karyawan Kompas Gramedia yang kelebihan
berat badan dan obesitas serta memiliki kolesterol tinggi ditantang untuk
menurunkan berat badan dan mengurangi kolesterol dalam waktu 66 hari. Cukup
banyak karyawan yang berhasil mengubah hidup mereka menjadi lebih sehat melalui
pola makan sehat dan berolahraga rutin.
Namun, persoalan obesitas ini tentu saja tidak dapat
diatasi sendirian, tetapi harus dilakukan oleh berbagai pihak. Dibutuhkan
langkah bersama untuk mengatasi persoalan ini.
Pemerintah
perlu mengeluarkan kebijakan terpadu, seperti menaikkan pajak makanan dan
minuman yang berpotensi memicu kegemukan. Perusahaan produk makanan dan minuman
perlu memberi label jumlah kalori dalam setiap produk mereka. Demikian juga
pengusaha restoran dan rumah makan wajib memberi label yang sama agar calon
pembeli tahu jumlah kalori makanan dan minuman.
Perusahaan
perlu menyediakan tempat berolahraga bagi karyawannya agar mereka selalu bugar.
Pemerintah juga wajib menyediakan sarana olahraga gratis di taman-taman kota
bagi warganya. Komunitas-komunitas olahraga perlu menggelar banyak acara
olahraga yang melibatkan banyak peserta. Media-media juga perlu memperbanyak
artikel yang mengajak masyarakat untuk hidup sehat.
Perusahaan-perusahaan
wajib menyediakan hidangan sehat dalam menu rapat. Sekolah-sekolah di semua
tingkatan harus mengedukasi para siswanya untuk tidak makan junk
food dan sejenisnya. Ibu
rumah tangga sudah waktunya menyediakan makanan sehat untuk keluarga tercinta.
Banyak
cara bisa dilakukan agar rakyat tidak terjebak dalam gaya hidup dan pola makan
yang tidak sehat. Kita meyakini kebenaran pepatah lama, ”di dalam tubuh yang
sehat, terdapat jiwa yang sehat”. Bila rakyat sehat, negara semakin kuat.
Sumber : kompas.com
Sumber : kompas.com
0 comments:
Post a Comment